11 Hari Lagi - Sebelum Event Webinar Executive Forum: Strategi Sukses Memimpin Kampus dan Meningkatkan Kualitas Pendidikan Tinggi di Jawa Dimulai.

Selengkapnya
Kontak Kami

Dunia Kampus | Regulasi • 06 Sep 2020

Aturan Ekuivalensi Kurikulum di Perguruan Tinggi

Fadhol SEVIMA

SEVIMA.COM – Perubahan kurikulum di Perguruan Tinggi merupakan aktivitas rutin yang harus dilakukan sebagai tanggapan terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) (scientific vision), kebutuhan masyarakat (societal need), serta kebutuhan pengguna lulusan (stakeholder need). DIKTI juga menghimbau setiap jurusan/program studi untuk meninjau kurikulumnya tiga atau lima tahun sekali.

Namun dengan adanya pergantian kurikulum akan ada permasalahan yang sering muncul di kalangan akademisi, yaitu pemahaman tentang bagaimana melakukan transisi kurikulum perguruan tinggi dari kurikulum lama dengan kurikulum baru. Ada dua cara yang sering kita jumpai :

  1. Ekuivalensi kurikulum
  2. Non Ekuivalensi kurikulum, artinya menerapkan kurikulum baru hanya untuk mahasiswa baru, sedangkan mahasiswa yang ada saat ini tetap menggunakan kurikulum lama sampai selesai.

Baca juga: Apa Itu OBE, Penerapan dan Penilaiannya?

Apa perbedaan dari dua cara ini, mari sedikit kita uraikan:

1. Ekuivalensi kurikulum

Ekuivalensi kurikulum adalah proses penyesuaian kurikulum lama ke kurikulum baru. Pelaksanaan ekuivalensi kurikulum ini berlaku bagi semua angkatan, termasuk mahasiswa yang telah menempuh kurikulum lama, artinya mahasiswa yang telah menempuh kurikulum lama harus mengikuti pergantian kurikulum.

Ekuivalensi kurikulum dilakukan untuk menjaga kualitas akademik yang dimiliki suatu perguruan tinggi. Dalam pelaksanaannya ada beberapa prinsip yang harus dipegang oleh perguruan tinggi:

  1. Tidak merugikan mahasiswa
  2. Tetap menjaga kualitas dan mutu pembelajaran
  3. Menyederhanakan ekuivalensi
  4. Diupayakan arah maju (tidak mundur ke semester/tingkat yang sudah lulus).

Dan dengan adanya proses ekuivalensi kurikulum ini, biasanya ada beberapa perubahan, seperti:

  1. Terkadang nama mata kuliahnya sama bisa jadi lokasi semesternya berbeda di kurikulum baru
  2. Beberapa mata kuliah ada yang berubah jumlah SKS-nya bisa menjadi lebih besar ataupun lebih kecil
  3. Ada pula mata kuliah yang di merger dengan mata kuliah yang lain sehingga dua atau tiga mata kuliah pada kurikulum lama menjadi satu mata kuliah pada kurikulum baru
  4. Ada pula mata kuliah yang dihilangkan dan diganti dengan mata kuliah yang sekiranya lebih dibutuhkan lulusan dan user.

Lalu bagaimana dengan transkip nilai untuk mahasiswa yang beralih dari kurikulum lama ke kurikulum baru? Transkip nilai mahasiswa yang beralih dari kurikulum lama ke kurikulum baru tetap menggunakan nama mata kuliah yang ditempuh dan lulus, bobot SKS, dan nilai yang telah diperoleh mulai dari semester pertama sampai dengan semester akhir, sesuai dengan arahan Permendikbud no 81 tahun 2014 pasal 6 (o) tentang Ijazah dan Transkip nilai.

Namun kenyataannya banyak sekali Universitas yang masih salah kaprah dengan melakukan konversi/transfer nilai dari matakuliah lama ke matakuliah baru agar dalam Transkrip nilai hanya muncul matakuliah kurikulum baru saja, kesalahan ini dapat berpotensi misleading Karena tidak semua matakuliah lama dapat dipadankan di kurikulum baru, akan terjadi kasus dimana padanan matakuliah dipaksakan dengan apa yang ada di kurikulum baru, berakibat mahasiswa yang tidak pernah mendapatkan konten matakuliah tersebut namun muncul di Transkrip nilainya akibat tindakan konversi ini. Hal ini juga akan menyulitkan verifikasi data di PDDIKTI dimana matakuliah yang dilaporkan per semester jelas akan berbeda dengan transkip nilai yang dikeluarkan oleh pihak Universitas akibat proses konversi yang dipaksakan ini.

Ekivalensi Kurikulum

Gambar screenshot ekuivalensi

Konsep ekuivalensi adalah memadankan keseluruhan studi yang telah ditempuh mahasiswa di kurikulum lama dengan matakuliah yang harus ditempuh di kurikulum yang baru, sehingga akan menghasilkan sisa matakuliah yang masih harus ditempuh di kurikulum lama. Sama sekali tidak ada pemidahan nilai matakuliah, nilai yang didapat oleh mahasiswa adalah nilai dari proses perkuliahan yang dia benar-benar ikuti / tempuh dan itulah hasil yang seharusnya muncul di transkrip nilai. Jika seorang mahasiswa melewati 1 atau 2 pergantian kurikulum maka tentu didalam transkrip nilainya akan tercantum matakuliah-matakuliah di ketiga kurikulum tersebut sesuai dengan yang ditempuhnya.

Memang kenapa kalau menjalankan lebih dari 1 kurikulum sekaligus? Jawabannya ada dalam pemahaman kedua.

2. Non ekuivalensi kurikulum

Rekan-rekan tentu paham bahwa jika kurikulum baru hanya diterapkan untuk mahasiswa angkatan baru saja sementara mahasiswa yang ada saat ini tetap menggunakan kurikulum lama, itu artinya perguruan tinggi yang bersangkutan pada waktu yang sama menjalankan lebih dari 1 kurikulum.

Untuk perguruan tinggi yang student body-nya besar dan banyak mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu hal ini akan menimbulkan banyak persoalan ketika menjalankan lebih dari 1 kurikulum dalam satu waktu. Mengapa?

  1. Jumlah mata kuliah yang ditawarkan per-semester akan bertambah
  2. Jika menjalankan kelas paralel butuh ruang yang lebih banyak
  3. Administrasi akademik harus teliti dan rapi
  4. Jumlah SKS mengajar dosen bertambah
  5. Kebutuhan sarana mengajar meningkat
  6. Sistem Informasi Akademik (SIA) harus bisa mendukung operasional 2 s/d 3 kurikulum sekaligus

Itu adalah beberapa dampak jika perguruan tinggi menjalankan lebih dari 1 kurikulum sekaligus, bisa dibayangkan betapa ribetnya. Walau perguruan tinggi dengan student body-nya kecil atau mahasiswa sedikit, pelaksanaan lebih dari 1 kurikulum secara bersamaan ini juga kurang efektif, dampaknya akan terasa ketika sudah berjalan.

Ekivalensi Kurikulum 2

Gambar daftar kelas yang banyak akibat menggunakan lebih dari 1 kurikulum

DIKTI menghimbau semua jurusan setiap 3 atau paling telat 5 tahun melakukan revisi kurikulum. Dan ini disetujui oleh semua universitas di Indonesia. Ini artinya setiap 6 semester atau paling banyak 10 semester berikutnya sejak diterapkan kurikulum baru, semua progam studi wajib merevisi kurikulumnya lagi. Dan kalau sekarang progam studi yang bersangkutan menjalankan kurikulum 8 semester sementara banyak mahasiswa yang tidak bisa lulus tepat waktu maka sudah dipastikan suatu saat progam studi tersebut akan menjalankan 3 kurikulum sekaligus dan akan lebih ribet lagi tentunya.

Lalu yang menjadi pertanyaan adalah “mana yang lebih baik?”

Kalau membahas pemahaman mana yang lebih baik, tentu ekuivalensi kurikulum adalah jalan terbaik. Memang undang-undang tentang perubahan kurikulum ini tidak mengikat, perguruan tinggi boleh memilih sesui kebutuhan kampus. Lalu mengapa ekuivalensi lebih baik? Karena (1.) Kampus anda akan terhindar dari pelaksanaan lebih dari 1 kurikulum yang berjalan bersamaan (2.) Kurikulum perguruan tinggi harus menyesuaikan Perpres No 8 Tahun 2012  tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) (3.) Artinya perguruan tinggi anda tanggap terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kebutuhan masyarakat, serta kebutuhan lulusan (4.) Transkip nilai mahasiswa sesuai dengan Permendikbud no 81 tahun 2014 pasal 6 (o) tentang Ijazah dan Transkip nilai.

Walaupun proses ekuivalensi ini tidak semudah yang kita bayangkan, akan tetapi itulahlah cara yang paling baik untuk stakeholders dan civitas akademik perguruan tinggi. Dan rata-rata Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia telah menerapkan Ekuivalensi kurikulum.

Bagaimana dengan perguruan tinggi anda rekan? apakah masih banyak kurikulum sekaligus atau sudah menerapkan ekivalensi?

SEVIMA : Take IT Easy

Tags:

-

Mengenal SEVIMA

SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami

×