Liputan Media • 13 Dec 2024
Berita | Liputan Media • 29 Jun 2021
1,9 Juta Lulusan SMA/SMK/MA di Indonesia Tidak Kuliah
Seprila Mayang SEVIMA
KOMPAS.com – Deputi Menteri Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Dan Moderasi Beragama (Kemenko PMK) Prof. R. Agus Sartono mengatakan, dari sekitar 3,7 juta lulusan SMA, SMK dan MA tiap tahunnya, baru 1,8 juta yang diserap perguruan tinggi.
Jumlah ini menunjukkan ada sekitar 1,9 juta anak muda di Indonesia belum bisa merasakan bangku perkuliahan.
Menurut Agus, kondisi ini dianggap mengkhawatirkan. Terlebih bagi anak muda yang tak bisa kuliah karena kondisi ekonomi atau keterbatasan bangku kuliah.
Siswa yang belum bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, akhirnya masuk ke lapangan kerja tanpa bekal yang maksimal.
“Para lulusan sekolah menengah yang masuk lapangan kerja itu, terpaksa harus bersaing dengan lulusan perguruan tinggi. Ini berlangsung hampir setiap tahun,” kata Agus dalam Webinar Nasional: Strategi Kampus dan Sekolah Menyiapkan Penerimaan Mahasiswa Baru yang diadakan Komunitas Sentra Vidya Utama (Sevima), Senin (28/6/2021).
Tingkatkan angka partisipasi kasar kuliah
Atas kondisi tersebut, Agus mendorong kampus di Indonesia senantiasa memperbaiki diri.
Terlebih, pendidikan tinggi merupakan pilar tak terpisahkan dari siklus pembangunan manusia dan kebudayaan.
“Pembangunan manusia menuju Indonesia maju, caranya mencapai ya dengan memberi anak muda kita kesempatan seluas-luasnya untuk belajar. Oleh karena itu, pemerintah terus berkomitmen memfasilitasi kampus agar meningkatkan kualitasnya,” terang Agus.
Kampus juga perlu menyediakan program bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah. Serta beragam kebijakan lainnya dalam rangka meningkatkan angka partisipasi kasar kuliah.
Wakil Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) dan wakil dari Forum Rektor Indonesia (FRI) Drajat Martianto memberikan contoh atas pengembangan kualitas yang terus dilakukan sejauh ini.
Dalam rangka membuka akses pendidikan yang lebih luas, dilakukan terobosan dalam proses dan program penerimaan mahasiswa baru.
Dalam penerimaan mahasiswa baru, IPB tidak hanya mengandalkan nilai atau prestasi akademis saja.
“Di IPB kami memiliki jalur ketua OSIS dan jalur afirmasi. Ada juga yang menggunakan prestasi hafalan Quran. Jadi sebisa mungkin, kita fasilitasi keberagaman dan potensi yang ada di anak-anak muda Indonesia,” ungkap Djarat.
Optimalkan adanya KIP Kuliah
Terkait masalah biaya pendidikan saat kuliah, saat ini, Kartu Indonesia Pintar Kuliah telah memfasilitasi anak muda untuk berkuliah secara gratis dan mendapat uang saku tiap bulan.
Kampus IPB juga telah menetapkan biaya perkuliahan yang seminimal mungkin dalam rangka membantu para mahasiswa.
Namun belum ada jaminan bahwa anak tersebut selepas kuliah, akan mendapatkan pekerjaan. Padahal diharapkan anak setelah lulus kuliah, bisa menjadi tulang punggung keluarga.
“Di IPB kami melakukan talent mapping untuk mengetahui passion mahasiswa. Sekaligus jaminan kembali ke kampus untuk retraining. Enam bulan lulus dan belum dapat kerja, boleh kembali ke kampus untuk ikut pelatihan. Gratis ditanggung oleh kampus, kami cari berkahnya saja,” urai Drajat.
Drajat menekankan, perbaikan tersebut tak perlu dilakukan sendiri. Perguruan tinggi bisa memanfaatkan dan menggandeng perusahaan dan alumni untuk menjadi sponsor atas program-program yang sedang digalang kampus.
“Misalnya untuk tantangan ekonomi, perguruan tinggi juga harus menyiapkan beberapa bentuk beasiswa. Perguruan tinggi bisa menggandeng para alumni untuk menjadi donatur dalam menyediakan beasiswa tersebut. Tidak harus jadi single fighter,” beber Drajat.
Manfaatkan Teknologi
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia sekaligus Mantan Rektor Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, Djoko Adi Waluyo merekomendasikan dimanfaatkannya teknologi untuk mengatasi masalah-masalah di kampus.
Misalnya dalam pengelolaan pembelajaran di universitas, para anggota Komunitas Sevima telah menggunakan sistem akademik Gofeeder, Siakadcloud, dan Edlink.
Sistem tersebut tersedia secara gratis maupun berbayar. Beberapa diantaranya juga telah terintegrasi dengan aplikasi video conference Zoom.
Menurut Djoko, dengan mengaplikasikan teknologi, biaya seperti gedung, listrik kampus, dan promosi dapat ditekan. Selain itu, kuliah dan penerimaan mahasiswa baru juga bisa berlangsung dengan lancar di masa pandemi karena tidak perlu dilakukan secara tatap muka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “1,9 Juta Lulusan SMA/SMK/MA di Indonesia Tidak Kuliah”, Klik untuk baca: https://www.kompas.com/edu/read/2021/06/29/093000371/1-9-juta-lulusan-sma-smk-ma-di-indonesia-tidak-kuliah?page=all#page2.
Tags:
Mengenal SEVIMA
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami