Hari ini - Event OFFLINE (GRATIS): Gala Apresiasi SEVIMA – Membangun Strategi Kepemimpinan Digital Dimulai.

Selengkapnya
Kontak Kami

Berita | Liputan Media • 29 Jul 2021

Cerita Siswa SMK Anak Tukang Las yang Dapat Beasiswa Penuh Kuliah S1

Seprila Mayang SEVIMA

KOMPAS.com – Remaja asal Semarang, Zetta Septian Nugroho Adhi mengaku sempat tak berharap bisa berkuliah seperti teman-temannya.

Biaya kuliah yang tinggi membuat Zetta tak ingin membebani sang ayah, Joni Christiono yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang las. Zetta berpikir untuk segera bekerja setelah lulus sekolah demi bisa membantu orangtua.

“Pendapatan ayah tak menentu. Apalagi di masa Pandemi ini, penurunan penghasilan sangat terasa. Awalnya saya ingin langsung kerja sehingga sebagai anak pertama bisa membantu keluarga,” papar Zetta dalam Talkshow Pengumuman Beasiswa Semesta, Rabu (28/7/2021).

Meski begitu, keinginan kuliah yang tinggi membuat Zetta mencoba upaya lain, yakni mengikuti seleksi Beasiswa Semesta.

Membantu orangtua “ngelas” dan cuci baju

Sang ayah memaparkan, untuk kisaran penghasilan ngelas tidak menentu, kadang Rp 500.000 sebulan, kadang bisa lebih. Sementara ibu Zetta, Ester Yuliani membuka jasa laundry kecil-kecilan di rumahnya. Tak jarang, Zetta sebagai anak sulung diminta bantuan tenaga oleh kedua orang tuanya untuk menyambung besi dan mencuci baju.

“Zetta tidak pernah menolak. Zetta pun selalu pandai mengatur waktu, kapan bermain game, kapan sekolah, kapan belajar, dan kapan membantu orang tua. Kami sebagai orang tua membantu Zetta dengan mengajak pada pekerjaan yang jaraknya dekat-dekat saja, agar tidak terlalu kelelahan,” lanjut Joni.

Profesi tukang las dan laundry yang menghadirkan jasa bagi lingkungan sekitar, otomatis membuat keluarga Zetta menjadi salah satu keluarga yang terdampak perekonomiannya karena pandemi Covid-19.

Usaha tersebut mendadak sepi pelanggan di awal tahun 2020, ketika Pandemi Covid-19 dimulai.

“Karena Pandemi, perekonomian lesu, otomatis orang mengurangi renovasi rumah. Cuci yang dulunya laundry pun mungkin beberapa pelanggan kami akhirnya mencuci baju sendiri,” ungkap Joni.

Di sinilah, keahlian Zetta di bidang IT yang saat itu duduk di kelas 3 SMK, mulai diuji. Jasa sang ayah sebagai tukang las dan Ibu sebagai laundry, dipromosikannya secara online. Dengan cara mengunggah foto dan nomor HP kedua orang tuanya di media sosial dan Google Maps.

Tak disangka, jasa kedua orang tuanya langsung tambah laris dalam sekejap. Bahkan ada pemesanan yang masuk melalui email. Sebuah metode pemesanan yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya.

“Saya juga sempat beberapa waktu, bantu promosi bisnis laundry ibu, saya pasang toko laundry di Google Maps sampai akhirnya laundry-nya jadi lebih laris dari biasanya. Jadi kalau biasanya pesanan dari mulut ke mulut, ini sampai ada email yang masuk,” tutur Zetta.

Selain itu, untuk membantu keluarga, keahliannya di bidang IT juga digunakan untuk mengambil pekerjaan lepas di bidang teknologi.

Misalnya, membuat website sekolah, ataupun sayembara berhadiah tertentu. “Hadiahnya lumayan, untuk keperluan sekolah, jadi saya bisa membantu keluarga,” terang Zetta.

Berawal dari hobi main game

Kemahirannya Zetta membuat prototipe Sistem Pendaftaran Vaksinasi dalam ujian pemrograman membuatnya menjadi satu dari lima peraih Beasiswa Semesta.

Beasiswa Semesta memberi Zetta dan kawan-kawan hadiah uang tunai dan biaya pendidikan untuk berkuliah pada jurusan Teknik Informatika (IT) di perguruan tinggi ternama di Surabaya, senilai total Rp 300 juta.

Selain itu, Zetta akan mendapatkan kesempatan berkarya bersama Sevima dengan gaji bulanan senilai minimal UMR Surabaya (sekitar Rp 4 juta).

Zetta bercerita, kecintaannya di bidang IT dimulai dari hobi bermain game di warung internet (warnet). Dulu, ia mengaku tak langsung pulang selepas sekolah. Melainkan “kabur” ke warnet bersama teman-temannya.

Sampai-sampai ibunya kepikiran dengan hobi Zetta yang gemar main game. Namun, sang ayah berpikiran lain.

“Kalau saya sebagai ayah, tak khawatir dengan hobi tersebut. Saya selalu yakin, Zetta sebagai anak mbarep (laki-laki dan anak pertama), punya pemikiran matang. Tapi Ibunya kepikiran. Namanya juga insting ibu,” kenang Joni.

Untuk bisa main di warnet, setiap harinya Zetta rela tidak jajan di sekolah supaya bisa bayar di warnet Rp 3.000 per jam. Game favorit Zetta adalah Point Blank, permainan tembak-tembakan online yang memang cukup terkenal pada tahun 2010-an awal.

“Bahkan untuk ke warnet, kami semua (Zetta dan kawan-kawan) jalan kaki. Selain berhemat, ini solidaritas. Tidak mungkin satu naik angkot, atau satu naik sepeda, sedangkan teman lain ada yang jalan kaki,” kenang Zetta.

Namun, Zetta tak menjadikan hobi main game sebagai ajang buang-buang waktu. Kecintaan bermain game membuatnya di terdorong untuk belajar membuat game-nya sendiri di komputer.

Zetta pun mulai belajar seputar pemrograman agar bisa mencapai impian kanak-kanaknya tersebut. Akhirnya, dimulailah petualangan Zetta belajar pemrograman sejak belajar di SMK Negeri 8 Semarang.

“Dari bermain game ini saya mulai tertarik untuk menjadi developer, sebelumnya saya tidak tahu caranya menjadi seorang developer, akhirnya saya cari-cari dan ternyata developer itu harus bisa pemrograman, untuk itu saya sekolah di SMK dan banyak belajar tentang pemrograman,” imbuhnya.

Tabungan belum cukup untuk kuliah

Walaupun sudah berpenghasilan dan mampu membantu dagangan orang tua lebih laris, biaya kuliah bukanlah angka yang sedikit.

Sampai akhir kelas 3 SMK, ia pun sudah merasa tak punya harapan untuk berkuliah. Karena tabungannya yang ia rasa belum cukup jika harus membiayai kuliah sendiri.

“Kuliah itu kan harus merantau, harus bayar kuliah, tidak sedikit. Bayangan saya, lulus ya cari kerja dulu,” ungkap Zetta.

Rasa pesimis itu seakan sirna ketika suatu saat menemukan informasi tentang Beasiswa Semesta. Informasi inipun ia temukan secara tak sengaja, ketika rebahan dan tidak melakukan aktivitas apapun, informasi Beasiswa Semesta ia temukan melalui media sosial Instagram.

“Saya memang tak sengaja menemukan info beasiswa Semesta ini. Awalnya saya hanya menemukannya lewat Instagram. Yah, meskipun saya sempat pesimis karena takut nggak bisa mendaftar, tapi ternyata kesempatan masih berpihak kepada saya. Yah, meskipun sangat mepet, saya pagi isi data, sore terima Surat Keterangan Lulus dari sekolah, hari itu juga deadline pendaftaran,” gumamnya sambil tersenyum lega.

Saat proses seleksi tersebut, dirinya sempat tak percaya diri. Ia mengalami kesulitan saat tahap tes Hackathon (perlombaan membuat aplikasi dalam waktu singkat, seperti marathon tapi untuk pemrograman).

Aplikasi yang biasa dibuat dalam kurun waktu satu bulan, harus diringkas dalam hitungan jam. Zetta saat itu mencoba membuat aplikasi sistem pendaftaran vaksin berbasis website.

Hasilnya pun menjanjikan, aplikasi sudah dapat beroperasi secara sederhana.

“Jadi dalam Hackaton, saya membuat aplikasi bernama Covgone. Singkatan dari Covid Gone (Covid menghilanglah). Dengan aplikasi ini harapannya orang bisa daftar vaksin secara lebih mudah, fasilitas kesehatan menerima pendaftar juga lebih mudah, dan ada info tentang rumah sakit rujukan Covid yang Api (informasinya) selalu ter-update dan terhubung database Kemenkes,” kenang Zetta.

Kerja keras dan komitmennya untuk mencoba membantu penanganan Pandemi di Indonesia itu, membuahkan hasil. Zetta berhasil mendapatkan kesempatan beasiswa Semesta 2021.

“Biasanya saya mengerjakan pembuatan aplikasi seperti ini selama sebulan dan bisa lebih. Nah, saat kompetisi ini saya hanya melakukannya selama satu hari saja,” terangnya.

Akan kuliah di Surabaya

Karena persiapan yang serba mendadak, Zetta mulanya belum sempat menyampaikan kepada orang tuanya tentang rencana berkuliah dan mencari beasiswa.

Joni pun mengaku terkejut ketika Zetta langsung saja minta izin kepada kedua orang tuanya untuk berkuliah, karena telah mendapat beasiswa sekaligus gaji untuk biaya hidup di perantauan.

“Zetta tidak bilang waktu daftar Beasiswa, baru bilang (kepada orang tua) waktu juara. Karena tidak ingin saya kepikiran tentang kuliah dan biayanya. Jadi, kesempatan itu hanya ada satu kali, saya mendukung penuh anak saya untuk bisa berkuliah. Yang penting bisa menjaga diri dan hati-hati dalam berproses, karena Surabaya itu jauh,” jelas Joni sang ayah sembari bersyukur.

Atas doa dari sang ayah tersebut, Zetta berjanji akan memanfaatkan kesempatan Beasiswa Semesta dengan sebaik-baiknya. Kuliah diharapkan bisa membuka jalannya dalam meraih masa depan yang cerah, dan juga mewujudkan cita-cita masa kecilnya. “Belajar IT supaya bisa bikin game,” kenang Zetta.

CEO Sevima, Sugianto Halim mengungkapkan Zetta adalah satu dari lima anak yang memperoleh anugerah Beasiswa Semesta.

Seluruh anak tersebut akan diberikan kesemptan berkuliah di Surabaya dengan biaya pendidikan untuk Zetta dan masing-masing peserta, senilai Rp 55 juta.

Selain berkuliah, mereka juga akan memperoleh kontrak kerja di bidang IT dan gaji bulanan.

Dengan harapan para peraih Beasiswa Semesta, akan lulus kuliah dengan skillset yang lengkap baik secara teori maupun praktek di industri IT.

“Beasiswa Semesta ini sudah kali ketiga digelar oleh Sevima. Diluncurkan kembali pada Mei 2021 lalu bersama Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Gubernur Jawa Timur, beasiswa ini menjadi cara Sevima untuk membuka jalan bagi talenta-talenta terbaik Indonesia untuk meraih masa depan yang cerah di bidang IT, dengan total hadiah berupa uang tunai dan biaya pendidikan senilai Rp 300 juta,” ungkap Halim.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Cerita Siswa SMK Anak Tukang Las yang Dapat Beasiswa Penuh Kuliah S1

Tags:

-

Mengenal SEVIMA

SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami

×