Kontak Kami

Berita

Keuangan Kampus di Era Digital: Optimalisasi Arus Kas dan Laporan Tepat Waktu Bersama SFT

24 Oct 2025

SEVIMA.COM- Berdasarkan riset PT Sentra Finansial Teknologi (SFT), 73 persen pimpinan perguruan tinggi menerima laporan keuangan lebih dari dua minggu setelah periode berakhir. Selain itu, tunggakan mahasiswa mencapai 15–25 persen dari total pendapatan tahunan.

Permasalahan inilah yang menjadi titik tolak diskusi dalam Executive Lunch SFT yang digelar di Tangerang pada 23 Oktober 2025, bertema “Membangun Keberlanjutan Finansial Institusi Pendidikan di Era Digital: Strategi Pengelolaan Keuangan untuk Pertumbuhan Jangka Panjang.”

Ronald Argand Pinontoan, Product Manager PT SFT, membuka paparannya dengan pertanyaan yang menohok: “Apa yang sebenarnya dipertaruhkan jika kita membiarkan situasi ini terus berlanjut?”

Menurutnya ketika laporan keuangan terlambat, piutang menumpuk, dan tim keuangan sibuk dengan pekerjaan administratif berulang, yang hilang bukan hanya efisiensi, tapi juga kemampuan institusi untuk tumbuh.

Dalam pemaparannya, Ronald menjelaskan bagaimana realitas di lapangan memperlihatkan ketergantungan kampus pada sistem manual. Tim keuangan, katanya, bisa menghabiskan hingga 60 persen waktunya hanya untuk input data dan rekonsiliasi, sementara proses penagihan masih dilakukan secara manual dan sporadis.

“Padahal, di era digital, kita seharusnya sudah punya visibilitas penuh terhadap kondisi keuangan kampus secara real-time,” kata Ronald dihadapan puluhan pimpinan kampus dan tim keuangan, 23 Oktober 2025.

Keterlambatan laporan dan ketidakpastian arus kas bukan sekadar gangguan administratif. Ronald menyebut dampaknya meluas hingga ke reputasi dan keberlanjutan institusi. “Keterlambatan pembayaran honor dosen, misalnya, bisa menurunkan kepercayaan sivitas akademika. Ketika dana pengembangan fasilitas tertunda, daya saing kampus juga ikut melemah,” jelasnya.

Dalam konteks yang lebih luas, ketidaktepatan data finansial membuat keputusan strategis, seperti pembukaan program studi baru atau pembangunan gedung harus tertunda karena tidak adanya dasar proyeksi yang kuat.

Melalui sesi bertajuk “Membangun Keberlanjutan Finansial di Era Digital,” Ronald memperkenalkan pendekatan baru dalam manajemen keuangan pendidikan, pergeseran paradigma dari reaktif ke prediktif. Jika sebelumnya kampus hanya menunggu laporan bulanan untuk menganalisis keuangan, kini dibutuhkan sistem yang mampu memantau kondisi kas, piutang, dan arus dana secara langsung.

“Kita perlu beralih dari sekadar mencatat transaksi menjadi memahami pola dan tren keuangan kampus,” katanya.

SFT menghadirkan solusi melalui EduFin, platform terpadu yang menggabungkan dua inovasi utama mereka yakni SEVIMAPay untuk sistem pembayaran dan FinanceCloud untuk akuntansi berbasis cloud. EduFin memungkinkan pimpinan kampus memantau laporan keuangan dari dashboard real-time, memproyeksikan arus kas hingga 12 bulan ke depan, serta mengotomatiskan proses billing dan reminder pembayaran mahasiswa.

“Dengan integrasi antara sistem akademik, keuangan, dan aset, waktu pelaporan bisa dipangkas hingga 80 persen, dan risiko kesalahan data jauh berkurang,” tutur Ronald.

Namun, ia mengingatkan bahwa teknologi hanyalah satu sisi dari transformasi. “Banyak proyek digitalisasi gagal bukan karena aplikasinya buruk, tetapi karena tidak ada change management,” tegasnya.

Ia menyebut tiga jebakan umum yang sering menjerat kampus: implementasi tanpa pendampingan, solusi generik yang tidak sesuai alur kerja kampus, dan vendor yang “menghilang” setelah proyek selesai. Karena itu, SFT menekankan pendekatan co-creation, yakni merancang solusi bersama pengguna, disertai pendampingan hingga adopsi penuh oleh tim keuangan.

“Kami tidak ingin sekadar jadi penyedia sistem, tapi mitra jangka panjang yang tumbuh bersama klien,” ujarnya.

Untuk memperkuat pesannya, Ronald membagikan kisah sukses dari salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Kampus tersebut menutup tahun 2024 dengan seluruh laporan keuangan 100 persen dihasilkan dari sistem FinanceCloud. Hasil laporan—mulai dari pendapatan hingga arus kas, divalidasi oleh konsultan dan terbukti sesuai dengan audit eksternal.

“Kampus itu akhirnya meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Itu bukti bahwa digitalisasi keuangan bukan sekadar kemudahan, tetapi juga fondasi akuntabilitas,” ungkapnya.

Diskusi berlangsung hangat. Para peserta, mulai dari rektor, direktur keuangan, hingga perwakilan yayasan mengajukan pertanyaan seputar penerapan sistem digital dan tantangan perubahan budaya kerja. Beberapa berbagi pengalaman menghadapi fluktuasi pendapatan semesteran dan tekanan untuk melaporkan keuangan lebih cepat ke stakeholder. Di sela santap siang, muncul kesadaran bersama bahwa digitalisasi keuangan bukan lagi pilihan tambahan, melainkan kebutuhan mendesak.

Menutup sesi, Ronald menyampaikan refleksi sederhana: “Kita punya tantangan yang sama. Tapi dengan solusi yang tepat, tantangan ini bisa jadi peluang untuk membuat kampus lebih sehat secara finansial,” tutupnya.

Diposting Oleh:

Seprila Mayang SEVIMA

Tags:

-

Mengenal SEVIMA

SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami

Video Terbaru

🔴LIVE - Webinar Nasional: Strategi Sukses Menulis Artikel SCOPUS Pertama dan Mendapatkan ID Scopus