KOMPAS.com - Terkait rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas, Staf Khusus Wakil Presiden Republik Indonesia dan Ketua Lembaga Perguruan Tinggi Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU), Prof Mohamad Nasir memberikan tanggapannya.
Nasir berharap, kuliah tatap muka terbatas jangan diartikan untuk mengakhiri kuliah online. Menurutnya, kuliah online merupakan sebuah kemajuan yang sangat berharga di dunia pendidikan.
“(Dengan e-learning) kita sudah maju. Sehingga kuliah online jangan sampai ditinggalkan, dan jangan sampai kita mundur lagi ke belakang. Justru dengan adanya e-learning ini, perlu kita kombinasikan dengan kuliah tatap muka," ujar Nasir yang juga Mantan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dalam Webinar Komunitas Sentra Vidya Utama (Sevima), Selasa (27/4/2021).
Terapkan blended learning
Menurut Nasir, dunia pendidikan harus menjadikan metode ini sebagai alat untuk mendongkrak pendidikan Indonesia yang lebih maju. Nasir menilai, metode blended learning atau kombinasi kuliah tatap muka dan daring, bisa menjadi solusi untuk menciptakan outcome pendidikan Indonesia yang lebih unggul. Yakni dengan cara mengkombinasikan keunggulan dari pembelajaran online. Serta menutupi kekurangannya dengan cara menggelar kuliah tatap muka sesuai dengan kebutuhan. "Artinya dengan kombinasi, tidak ada metode yang ditinggalkan. Karena perlu ditekankan, dari pandemi kita sudah memahami, belajar secara daring bukan berarti mengurangi esensi dari proses belajar mengajar, dan sama sekali bukan penghalang dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang cerdas dan terampil," ungkap Nasir.Keunggulan blended learning
Ada beberapa keunggulan dengan mengkombinasikan kuliah tatap muka dan daring, yakni:- Dari segi kenyamanan
- Dari segi ekonomi
- Mempermudah mahasiswa yang bekerja
Belum bisa full kuliah online
Namun kuliah online juga memiliki tantangannya tersendiri. Khususnya dari segi fasilitas pembelajaran yang belum merata. Tidak sedikit mata kuliah membutuhkan praktikum. Hal ini menjadi terhambat karena belum diadakannya kuliah tatap muka. Nasir mengungkapkan, sebenarnya, solusi teknologi untuk permasalahan tersebut sudah ada. Misalnya dengan menggunakan Artificial Inteligence (AI), Virtual Reality (VR), dan mekanisme pembelajaran yang telah diotomatisasi lainnya. Namun fasilitas tersebut belum dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat karena harganya yang cukup mahal. “Di Kanada, mahasiswa kedokteran bisa menggunakan VR Box (Kacamata Virtual Tiga Dimensi), lalu seolah-olah menghadapi pasien langsung dan bisa mempraktikkan keahliannya. Tapi harus diakui bahwa fasilitas ini mahal, prohibitively expensive,” imbuh Nasir. Sehingga solusi terbaik yang bisa dilakukan yakni dengan meningkatkan pemanfaatan e-learning sembari tetap kuliah tatap muka terbatas. Menyambut perkuliahan tatap muka terbatas, Nasir menyarankan, protokol kesehatan harus diterapkan dengan baik. Yaitu, dengan melaksanakan protokol 5M: mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. "Jika sudah bisa menerapkannya dengan baik, maka perguruan tinggi tersebut bisa mengadakan perkuliahan tatap muka terbatas,” ucap Nasir. Persiapan kuliah tatap muka Senada dengan Nasir, Pakar Kesehatan Sukadiono merekomendasikan empat hal yang harus disiapkan saat akan mengadakan kuliah tatap muka terbatas, yakni:- Mengurangi kelas fisik dan menggantinya dengan ruang yang lain.
- Mempersiapkan design efektif untuk mobilitas atau aktivitas fisik dalam institusi pendidikan.
- Menyiapkan perangkat pembelajaran online yang mumpuni.
- Wajib mengaplikasikan protokol kesehatan dengan ketat. Itulah pendapat Nasir dan pakar kesehatan Sukadiono terkait rencana kuliah tatap muka di jenjang perguruan tinggi.
Share artikel: