Dunia Kampus • 11 Dec 2024
Penulis; Irsal Fauzi, S.E., M.M.
Dosen Kampus : Universitas Ngudi Waluyo
Perkembangan saat ini, memaksa kita selaku Akademisi, maupun Praktisi untuk terus berkembang, dan berproses, serta meningkatkan ilmu pengetahuannya, yang disertai dengan kemampuan teknis berupa skill yang baik dalam mengelola perangkat digital. Skill yang dimiliki oleh kalangan Akademisi, yang didominasi oleh kalangan generasi baby boomers, dan generasi X, dinilai masih belum mampu untuk menjawab tantangan era digital 5.0.
Sebelumnya, perkembangan digitalisasi dimulai dengan adanya disruptive innovation, yang menjadi cikal bakal dari era digital 4.0, yang berlanjut pada digital 5.0. Kata “disruptive” sendiri adalah suatu kata yang tidak bisa kita simpulkan sebagai sesuatu yang sifatnya “negatif”. Meskipun jika merujuk pada terjemahan secara bebas, maka arti dari kata “disruptive”, bermakna “mengganggu”.
Apa yang sebenarnya terasa “mengganggu” dan “terganggu” dengan keberadaan peralihan dari era teknologi ini? Yang dapat disimpulkan adalah, keberadaan dan perubahan teknologi, dari yang semula bersifat manual, menjadi semi komputer, dan dari semi komputer, berlanjut ke komputerisasi, dan dari komputerisasi menjadi digital, maka inilah yang dimaksud dengan makna “mengganggu” tadi. Perubahan sifat dan teknis perangkat digital yang terkomputerisasi, telah “mengganggu”, dalam artian sebenarnya dari keberadaan perangkat manual sebelumnya.
Sedangkan “terganggu”, merujuk pada artian kelompok atau komunitas, dan/atau masyarakat tertentu, yang merasa terusik dengan adanya peralihan teknologi ini. Bisa jadi, kelompok tersebut adalah sebagian Akademisi dalam tulisan ini, yang merasa terganggu (secara positif), dimana skill-nya dahulu, yang harus disesuaikan dan dikembangkan lagi, agar mampu mengopersikan perangkat digital, yang pada waktu sebelumnya belum ada. Dengan demikian, akademisi tersebut harus belajar kembali, untuk meningkatkan skill sebelumnya yang belum optimal.
Di era Digital 5.0, skill yang ada saat ini haruslah difokuskan kembali pada arah implementasi penguasaan perangkat digital dan korelasinya dengan penggunaan media digital, yang lebih dikenal dengan sebutan “Literasi Digital”. Fokus dari upaya peningkatan skill Akademisi sebelumnya, yakni bisa kita kembangkan dan fokuskan kembali menjadi sebuah “Coreskill”, yang benar-benar harus dimiliki oleh setiap Akademisi saat ini, yang hidup di era Digital 5.0.
Menurut hemat penulis, sedikitnya ada 3 hal (coreskill) yang harus dimiliki oleh Akademisi/Dosen, dalam upayanya mendukung literasi digital.
1. Reskilling Minded Lecturers
Reskilling minded lecturers, artinya ada kesediaan dan kesadaran diri pada setiap Akademisi/Dosen, agar senantiasa terus meng-update, serta meng-upgrade kemampuannya dalam mengelola dan menjalankan penguasaannya dalam perangkat digital (digital devices), guna mengimbangi peran media sosial yang terus bermunculan saat ini.
Peran media sosial, harus dipahami sebagai facilitating collaboration (kolaborasi yang memfasilitasi), agar memudahkan pengajaran, yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Ini akan membuat pengajaran tidak membosankan, sekaligus membuat pengajaran menjadi efektif dan efisien. Reskilling minded lectures menjadi suatu keharusan dan mutlak menjadi kebutuhan, serta harus diimplementasikan bila tujuan dari Digitalisasi Kampus menjadi World Class University ingin terwujudkan di masa akan datang.
2. Andragogi Learning Technology Support
Kedua, Andragogi learning technology support, artinya kemampuan mengajar pada orang dewasa dengan bantuan teknologi untuk mencapai goals yang diharapkan. Selain pedagogi, faktor andragogi sering mendapat peran kecil dalam lingkup perguruan tinggi. Menyadari bahwa kita semua berada dalam lingkup orang yang telah dewasa, menjadi penting agar tidak lagi terdapat perbedaan sentimentil, seperti kita merasa penting dengan kedudukan sebagai Dosen/Akademisi, padahal tanpa adanya kehadiran mahasiswa, beserta kampus, apalah artinya menjadi seorang Dosen.
Selain itu, menyadari peran masing-masing sebagai orang dewasa harusnya mampu menyadarkan kita, bahwa hubungan kita dengan rekan sekerja, merupakan bentuk hubungan yang dilandasi oleh pemahaman dan tekad mencapai tujuan bersama, bukan lagi dilandasi oleh sisi senioritas. Adapun pemanfaatan bantuan teknologi adalah media pembelajaran efektif yang harus diperluas lagi kedalamannya, dan bentuk-bentuk aplikasi lainnya yang bertujuan sebagai landasan pencapaian tujuan yang baik. Bagaimana mungkin tujuan dari Digitalisasi Kampus menjadi World Class University dapat terwujud, tanpa adanya unity dari kampus tersebut, dan kemampuan mengelola media teknologi yang mencukupi?
3. Interoperability Skill
Interoperability Skill, diartikan sebagai kemampuan untuk saling mendapatkan informasi dan mempertukarkannya secara cepat, melalui sistem tertentu, baik secara individual with individual, individual with system, atau system with system. Di era digital 5.0, keberadaan sistem berbasis pemrograman canggih tidak dapat dihindari, sistem tersebut dibuat demi kemudahan user atau penggunanya. Adalah penting bagi setiap kampus mempunyai interoperability standart, guna kemajuan kampusnya agar dapat diakses oleh pihak eksternal lainnya.
Keterbukaan konektivitas antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya, akan saling mendukung dalam perkembangan kampus tersebut. Hal yang lebih penting lainnya adalah, dengan interoperability standart tersebut, akan semakin memperluas jangkauan kerjasama dengan kampus ternama lainnya di seluruh dunia.
Hal ini dapat dimanfaatkan secara individu, oleh tiap Akademisi/Dosen untuk meningkatkan interoperability skill-nya, agar dapat menguasai sistem pemrograman yang telah dibuat di masing-masing kampus demi kemajuan karir, pengetahuan, kecakapan, dan jalinan relasi yang lebih luas lagi ke depannya. Dengan demikian, konsep World Class University dapat terealisasikan dengan lebih mudah.
Dosen yang berliterasi digital mumpuni merupakan jembatan penghubung demi terwujudnya World Class University. Pemfokusan kembali dari skill menjadi coreskill sangat dibutuhkan sebagai jawaban atas tantangan digital 5.0. Tidak hanya itu, ini merupakan tugas kita bersama antara semua Akademisi maupun Praktisi, demi kemajuan pendidikan anak Indonesia di masa mendatang.
Tags:
Mengenal SEVIMA
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami
Artikel Terkait
-
-
-
-
Dunia Kampus • 10 Dec 2024
Cyber Campus di Tengah Urgensi Keamanan Data