Ketua Humas IAIN Parepare Dr Suherman: Akreditasi Unggul Tonggak Penting Sejarah
14 Dec 2025
21 Nov 2025
Dalam persaingan akademik yang semakin ketat, menulis artikel ilmiah di jurnal bereputasi seperti Scopus tidak bisa lagi dilakukan secara spontan atau “yang penting punya data dulu”. Inilah pesan utama yang ditekankan dalam Webinar Nasional “Smart Writing: Strategi Efektif Menulis Artikel Scopus dengan AI” yang menghadirkan Muhammad Al Kholif, S.T., M.T., Ph.D., Dosen Universitas PGRI Adi Buana Surabaya sekaligus kreator konten YouTube Mimbar Intelek.
Menurut beliau, banyak dosen yang masih memulai penelitian dengan cara yang keliru. “Mereka selalu beranggapan yang penting saya melakukan riset, punya data, selesai,” ujarnya. Padahal, sebelum satu pun data dikumpulkan, desain riset, alur analisis, hingga gambaran gambar dan tabel dalam artikel seharusnya sudah dipikirkan sejak awal.
Webinar ini diselenggarakan oleh SEVIMA sebagai bagian dari upaya mendukung dosen di Indonesia merancang riset yang matang dan menulis artikel Scopus secara lebih cerdas dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).
Di awal pemaparan, Al Kholif menegaskan bahwa penelitian bukan sekadar mengumpulkan data, melainkan aktivitas ilmiah yang harus “memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan”.
Tanpa kejelasan kontribusi, riset berisiko hanya mengulang studi yang sudah dilakukan orang lain.
Ia mengingatkan, jika peneliti hanya menyalin topik dan metode tanpa sudut pandang baru, maka yang terbuang bukan hanya dana penelitian, tetapi juga energi dan waktu. “Kalau hanya sekadar mengulang apa yang dilakukan peneliti orang lain itu sama saja Anda cuma membuang-buang energi dan tenaga bahkan waktu,” tegasnya.
Perencanaan yang lemah juga berkaitan langsung dengan peluang artikel ditolak di jurnal bereputasi. Di jurnal internasional, editor melihat kelayakan data, kejelasan desain riset, serta novelty sebelum memutuskan apakah naskah layak diteruskan ke reviewer atau langsung direject.
Langkah awal yang ditekankan narasumber adalah pemilihan topik yang spesifik dan relevan dengan bidang keilmuan peneliti. “Pemilihan topik itu harus spesifik, relevan dengan bidang ilmu yang diteliti,” jelasnya.
Pertanyaan kunci yang wajib dijawab sejak awal adalah:
“Kontribusi saya itu apa di dalam keilmuan tersebut?”
Dari sinilah diskusi tentang novelty dimulai. Peneliti perlu mengenali apa yang sudah dikerjakan peneliti lain, di mana gap-nya, dan di bagian mana riset baru bisa masuk — apakah dari sisi teori, metode, analisis, atau populasi yang diteliti.
Untuk memetakan tren dan celah riset, Al Kholif menyarankan penggunaan AI dan basis data jurnal bereputasi. AI dapat membantu melakukan literature mapping untuk melihat perkembangan tema riset 5 tahun terakhir dan artikel mana yang paling banyak disitasi terkait topik tersebut.
Satu poin yang berulang kali ditekankan adalah pentingnya mendesain riset sebelum turun ke lapangan atau mengolah data.
Dalam paparannya, Al Kholif menjelaskan bahwa sejak tahap awal peneliti sudah perlu membayangkan:
Data apa yang diperlukan
Berapa banyak gambar yang akan dihasilkan
Berapa banyak tabel yang dibutuhkan
Seperti apa alur analisis akan dijalankan
Ia menyebut, “Kita punya gambaran harus seperti apa, apa yang harus kita tulis, gambarnya seperti apa, tabelnya seperti apa, itu kita harus sudah merencanakan lebih awal.”
Dalam praktik pribadinya, sebelum mengeksekusi riset, ia bahkan sudah mencoret-coret sketsa: gambar seperti apa yang ingin dihasilkan, modifikasi apa yang perlu dibuat, serta berapa tabel untuk satu artikel. “Sehingga di jurnal internasional itu ada yang disebut kelayakan data. Jadi bukan hanya sekadar yang penting saya menghasilkan data,” ungkapnya.
Perencanaan riset yang baik akan memudahkan peneliti menyusun artikel dengan alur yang logis: Problem → Metode → Hasil → Diskusi → Kesimpulan.
Al Kholif mengingatkan, banyak artikel ditolak bukan karena datanya jelek, tetapi karena ceritanya tidak utuh dan terjadi jumping logic: paragraf belum selesai, tapi sudah loncat ke topik lain.
Dengan merencanakan tujuan dan kontribusi ilmiah sejak awal, peneliti dapat menjaga konsistensi antara:
Pertanyaan penelitian
Data yang dikumpulkan
Metode analisis yang digunakan
Diskusi dan kesimpulan yang diambil
Sebagai pakar yang juga aktif memanfaatkan AI, Al Kholif menempatkan AI secara tegas sebagai alat bantu, bukan pengganti peneliti. “AI itu hanya sebagai tools untuk membantu kita dalam proses menulis,” tegasnya, sambil mengingatkan agar penulis tidak menelan mentah-mentah hasil generate AI.
Dalam tahap perencanaan riset, AI dapat dimanfaatkan untuk:
Eksplor ide awal dan kata kunci (keywords) potensial
Membantu membuat outline riset berdasarkan tujuan dan variabel
Merangkum literatur secara sistematis tanpa copy-paste untuk menghindari plagiarisme.
Namun, keputusan akhir terkait desain riset, metode, dan interpretasi hasil tetap harus berada di tangan peneliti. AI juga dikenal bisa “berhalusinasi” dalam memberikan referensi, sehingga verifikasi manual tetap wajib dilakukan.
Sebelum Bapak/Ibu dosen mulai menulis artikel Scopus, narasumber mendorong agar peneliti memastikan beberapa hal berikut sudah jelas:
Topik dan kontribusi ilmiah sudah spesifik dan terukur
Novelty terpetakan dengan baik (apa yang berbeda dari riset sebelumnya)
Desain riset sudah tergambar: jenis data, jumlah gambar, tabel, dan alur analisis
Metode dan pendekatan analisis telah ditetapkan sejak awal
Struktur artikel (IMRaD: Introduction, Method, Result and Discussion, Conclusion) sudah dibayangkan selaras dengan tujuan riset
Strategi pemanfaatan AI untuk membantu literature review, outline, dan bahasa akademik sudah direncanakan, dengan peneliti tetap memegang kontrol akhir
Dengan checklist ini, proses penulisan bukan lagi sekadar mengejar kewajiban publikasi, tetapi menjadi upaya sadar untuk memberi kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu.
Webinar bertema “Smart Writing: Strategi Efektif Menulis Artikel Scopus dengan AI” ini dirancang untuk membantu dosen memahami standar dan struktur artikel Scopus, sekaligus mempraktikkan teknik smart writing dengan bantuan AI. Peserta akan mempelajari cara memilih kata yang tepat, menyusun paragraf yang efektif, hingga mengelola referensi secara efisien.
Acara ini akan dilaksanakan pada:
Rabu, 8 Oktober 2025
⏰ Pukul 09.00 WIB – Selesai
Live Streaming via Zoom & YouTube
Pendaftaran gratis melalui: sevi.ma/event-sevima, atau dapat menghubungi Ilham (0816-7145-530) untuk konfirmasi lebih lanjut.
Bagi Bapak/Ibu dosen yang ingin meningkatkan kualitas perencanaan riset dan menulis artikel Scopus dengan lebih strategis, webinar ini menjadi momentum penting untuk belajar langsung dari praktisi yang telah berpengalaman mempublikasikan banyak artikel di jurnal internasional bereputasi.
Diposting Oleh:
helfida
Tags:
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami