SEVIMA Ucapkan Selamat kepada Politeknik Negeri Lhoksumawe
05 Dec 2025
25 Nov 2025
SEVIMA.COM – Dua puluh satu tahun silam, kawasan pesisir Banda Aceh nyaris rata dengan tanah setelah dihantam gelombang Tsunami. Namun, di tengah tragedi tersebut, Gampong Ulee Lheue, yang telah berdiri sejak abad ke-17, menolak untuk mati. Kini, semangat kebangkitan itu diwujudkan melalui kolaborasi unik antara akademisi dan komunitas lokal dalam merancang Galeri Pariwisata dan UMKM Berbasis Partisipasi Masyarakat.
Tim pengabdian kepada masyarakat dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh, yang dipimpin oleh Aji Sofiana Putri, merancang solusi desain yang benar-benar responsif terhadap kebutuhan lokal. Proposal ambisius berjudul “Desain Galeri Pariwisata dan UMKM Berbasis Partisipasi Masyarakat di Kawasan Tepi Laut Rawan Bencana” ini lahir setelah menelusuri fakta sejarah panjang gampong yang dulunya merupakan pelabuhan strategis Kesultanan Aceh yang ramai dengan perdagangan internasional.
Kisah Gampong Ulee Lheue tidak dapat dipisahkan dari Masjid Baiturrahim. Mesjid ini adalah peninggalan masa kejayaan Kesultanan Aceh pada abad ke-17. Awalnya dikenal sebagai Masjid Jami’ Ulee Lheue, namanya diubah menjadi Baiturrahim setelah sempat menjadi tempat jamaah sementara ketika Masjid Raya Baiturrahman di pusat kota dibakar oleh pasukan Belanda pada tahun 1873.
Yang paling mencengangkan, masjid yang dibangun kembali pada 1922-1926 Masehi menggunakan susunan batu bata dan semen tanpa material besi atau tulang penyangga ini, terbukti mampu bertahan kokoh saat Tsunami 2004 melanda. Masjid yang bersejarah ini menjadi inspirasi utama bagi tim ISBI Aceh dalam mengembangkan solusi desain.
Setelah bencana, Gampong Ulee Lheue bangkit dan bertransformasi menjadi gampong wisata. Wilayah ini bahkan meraih penghargaan sebagai juara 2 Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022 kategori Cleanliness, Health, Safety & Environment (CHSE).
Meskipun Ulee Lheue memiliki potensi wisata alam bahari yang membentang dari Pantai Ulee Lheue hingga Pantai Kuala Cangkoi, tim ISBI Aceh mengidentifikasi adanya kebutuhan krusial, yaitu ketiadaan gedung galeri wisata dan UMKM terpadu.
Di sinilah peran komunitas lokal menjadi sangat vital. Komunitas Beudoh Beusajan, yang berarti “Bangun Bersama” dalam bahasa Aceh, lahir dari semangat gotong royong pasca-Tsunami 2004. Komunitas yang saat ini dipimpin oleh Bapak Sopian dan dikomandoi oleh Keuchik Alfian, berfungsi sebagai forum koordinasi antara pelaku UMKM, pengelola wisata, dan pemerintah gampong. Saat ini, Beudoh Beusajan mewadahi kurang lebih 100 pelaku UMKM aktif yang bergerak di berbagai sektor, termasuk kuliner tradisional, kerajinan tangan, dan wisata tepi laut.
Pelaku UMKM ini menawarkan produk unggulan yang menawan, mulai dari rujak, mie Aceh, dan kopi Aceh, hingga sektor olahan laut bernilai ekonomi tinggi seperti abon ikan tuna yang gurih, keumamah (sambal ikan asap khas Aceh), dan ikan asin.
Namun, lebih dari 100 pelaku UMKM ini masih beroperasi di ruang publik terbuka, menghadapi kendala dalam penataan, keamanan, dan estetika. Mereka juga rentan terhadap cuaca ekstrem; pantauan tim menunjukkan penurunan pengunjung signifikan saat hujan dan kerusakan serius pada gerobak saat angin kencang.
Untuk menjawab tantangan ini, tim ISBI Aceh mengajukan proposal melalui Program Inovasi Seni Nusantara (PISN), program perdana yang diluncurkan pemerintah untuk menjembatani riset seni dan budaya dengan pemberdayaan masyarakat. Tim yang melibatkan Muhammad Naufal Fadhil (Desain Interior) dan Muhammad Fadli Muslimin (Kajian Sastra dan Budaya) ini, berkomitmen untuk menghasilkan desain yang sesuai dengan ciri khas lokal.
Solusinya adalah pendekatan Participatory Design (Desain Partisipatif). Pendekatan ini menempatkan masyarakat Gampong Ulee Lheue bukan sekadar penerima program, melainkan “co-designer”. Partisipasi ini memperkuat rasa kepemilikan lokal dan menjamin keberlanjutan infrastruktur.
Proses desain melibatkan lima tahapan, termasuk Workshop Rekonstruksi Visi. Dalam workshop ini, pelaku UMKM, remaja, dan tokoh adat dilibatkan untuk menyepakati fungsi ruang, koridor, zona evakuasi, dan area khusus memamerkan produk unggulan seperti abon ikan tuna dan keumamah. Tahap prototyping menghasilkan gambar kerja lengkap, denah, layout galeri, hingga Rancangan Anggaran Biaya (RAB).
Nilai Inovasi dari kegiatan ini yang berupa Desain lengkap beserta RAB, mock-up fisik, dan digital 3D SketchUp yang diberikan kepada masyarakat Ulee Lheue dapat bernilai ratusan juta Rupiah jika ditaksir dengan nilai rupiah.
Hasil desain galeri terpadu ini diharapkan dapat menampilkan produk unggulan UMKM secara lebih profesional dan menarik bagi wisatawan. Desain ini juga dibuat dengan sistem yang fleksibel, di mana modulnya dapat dikembangkan menjadi kios tambahan atau paviliun komunitas.
Kolaborasi PISN 2025 antara akademisi dan masyarakat membuktikan bahwa seni dan budaya, melalui desain partisipatif, dapat menjadi titik temu yang kuat antara pelaku seni, UMKM, pariwisata, dan pengunjung dalam rangka penguatan hilirisasi produk dan ketahanan sosial ekonomi di Aceh.
Sumber: murni.isbiaceh.ac.id
Diposting Oleh:
Vinggi SEVIMA
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami