6 Hari Lagi - Sebelum Event Bimbingan Teknis – Tingkatkan Kualitas Perguruan Tinggi dengan SEVIMA Platform Dimulai.

Selengkapnya
Kontak Kami

Dunia Kampus • 12 Sep 2022

Pentingnya Strategi Transformasi Digital dalam Pembelajaran untuk Mendukung MBKM pada Program Studi Seni

Fadhol SEVIMA

Penulis: Amor Seta Gilang Pratama, S.Sn., M.Sn.

Universitas Jambi (UNJA)

Prolog

Perkembangan teknologi yang semakin masif, menuntut adanya transformasi dari segala lini, tak terkecuali pada perguruan tinggi. Salah satu transformasi yang dilakukan adalah dalam hal pembelajaran, yang mulai beralih dari fisik ke digital. Selain itu, pandemi Covid-19 sejak 2019 lalu, menjadi momentum bagi dosen untuk mulai beralih ke pembelajaran daring. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir lonjakan kasus, yang tiap hari terus meningkat.

Platform pertemuan atau pembelajaran digital mulai marak digunakan oleh para dosen. Kebanyakan dosen, termasuk saya, sebelum pandemi terjadi lebih memilih untuk melakukan pembelajaran secara konvensional, yaitu tatap muka langsung. Saya masih percaya bahwa tatap muka langsung di ruang kelas bersama mahasiswa, lebih maksimal dan efektif. 

Dalam pandangan saya, transformasi digital dalam ranah pembelajaran di dalam tubuh perguruan tinggi tentu memiliki dampak positif dan negatif. Sebagai salah satu contoh, tidak semua program studi dapat secara maksimal melakukan pembelajaran daring. Saya sebagai dosen seni, merasakan kesulitan dalam menyampaikan materi, terutama pada mata kuliah praktik. Dalam tulisan ini, saya ingin memberikan pengalaman dan pandangan saya tentang bagaimana efek positif dan negatif pembelajaran daring, terutama yang dilaksanakan pada Program Studi Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) di Universitas jambi.

Transformasi Digital Dalam Pembelajaran

Secara umum, beralihnya pembelajaran dari ruang konvensional menuju ke ruang digital, bagi sebagian dosen merupakan tantangan tersendiri. Para dosen harus mulai beradaptasi dengan berbagai perangkat teknologi, dan tentunya juga menjaga kualitas internet. Ruang kelas yang dahulunya membutuhkan kursi, papan tulis, LCD Projector, AC, dan sejenisnya, digantikan dengan perangkat digital seperti laptop, handphone, headset, dan tentunya kuota internet. 

Teknologi membuka ruang baru, yang secara fisik tidak dapat diatasi oleh manusia (Piliang, 2004 : 150). Hal ini memberikan suatu tawaran baru yang sangat inovatif dan menjanjikan. Dahulu, jika seorang dosen sedang berada di luar kota atau bahkan di luar negeri, bisa saja kelas mata kuliah yang diampunya akan kosong, atau pertemuan akan dirapel pada saat dosen yang bersangkutan sudah kembali ke kampus. Saat ini, jarak, ruang,dan waktu, tidak lagi menjadi kendala dalam melangsungkan perkuliahan. Teknologi dalam hal ini memainkan peran yang dahulu tidak dapat diatasi karena keterbatasan. Kehadiran fisik secara langsung dapat digantikan oleh peran teknologi, yang mampu mengatasi perbedaan ruang dan waktu.

Namun demikian, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, tidak semua program studi dapat melakukan transformasi pembelajaran secara daring dengan maksimal. Pengalaman saya mengajar di Prodi Sendratasik Universitas Jambi, kemampuan mahasiswa dalam memahami materi, terutama mata kuliah praktik, menurun. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah, yang mengharuskan saya dan banyak dosen lain di prodi, merubah sistem pembelajaran konvensional ke digital.

Sebelum Pandemi Covid-19, dan perkuliahan praktek diselenggarakan secara langsung, kebanyakan mahasiswa mampu memahami materi dengan baik. Hal ini memicu saya untuk menganalisis apa sebenarnya yang terjadi? Oleh sebab itu, saya coba menelusuri hubungan antara karakteristik seni pertunjukan dengan proses pembelajaran, baik daring maupun luring.

Konsep Ruang dalam Pembelajaran Seni Pertunjukan

Prodi Sendratasik, memiliki tiga minat yang harus dipilih oleh para mahasiswa, yaitu drama, tari, dan musik. Mereka harus memilih salah satu minat yang akan ditekuninya. Seperti prodi lainnya, mata kuliah di Prodi Sendratasik terdiri dari mata kuliah teori dan praktik. Namun demikian, porsi dari mata kuliah praktik, sedikit lebih banyak dibandingkan dengan mata kuliah teori. Perbandingannya kurang lebih 60:40.

Pada umumnya, seni pertunjukan membutuhkan ruang untuk proses kreatif ataupun proses pertunjukannya. Ruang dalam hal ini adalah ruang nyata, dimana baik pengkarya maupun penonton hadir secara real, dalam waktu yang sama, dan tidak terpisah. Pengkarya baik musisi, penari, dan aktor, dapat merasakan atmosfer yang ditimbulkan oleh panggung pertunjukan dan penonton, sedangkan penonton dapat menyaksikan dan merasakan karya seni secara langsung.

Tak hanya pada seni pertunjukan, dalam seni rupa pun, membutuhkan ruang yang nyata dalam proses pameran karyanya. Misalnya sebuah karya lukis atau karya patung, dipamerkan di ruang galeri, dimana pengunjung dapat menyaksikan langsung karya tersebut, atau bahkan jika diizinkan dapat menyentuhnya. Bukan tidak mungkin pertunjukan seni dapat dilakukan dalam ruang virtual, seperti televisi, media sosial, dan sejenisnya.

Namun, pertunjukan virtual dapat mendistorsi karya seni itu sendiri. Sebagai contoh misalnya kualitas visual yang bergantung pada perangkat yang digunakan, kualitas audio yang mungkin tidak maksimal, tidak dapat merasakan atmosfer pertunjukan secara langsung, kualitas sinyal yang tidak stabil, dan lain sebagainya. Secara estetis, pengalaman fisik secara langsung dan empiris, menjadikan seni baik pertunjukan atau rupa, membutuhkan ruang nyata dalam kekayaannya. Dalam seni pertunjukan, performa fisik dari tubuh seniman, menjadi hal yang penting. Karakteristik inilah yang mempengaruhi pembelajaran seni di prodi saya. Bagaimana keterkaitannya?

Jika melihat porsi mata kuliah di prodi saya, yang lebih banyak mata kuliah praktik, maka pembelajaran daring akan mempengaruhi kualitas pembelajaran. Hal ini saya rasakan secara pribadi, dan juga dirasakan oleh banyak rekan dosen di prodi, terutama yang mengampu mata kuliah praktik. Perkuliahan daring, yang secara konseptual meniadakan kehadiran fisik secara langsung antara mahasiswa dan dosen, menjadi faktor penghambat dalam menyampaikan dan menyerap materi.

Bagaimana bisa? Saya akan menguraikan beberapa contoh. Pada mata kuliah Mayor 1 yang ditempuh oleh mahasiswa dengan minat musik, secara umum memberikan pengetahuan tentang teknik-teknik dasar dalam memainkan instrumen musik. Teknik ini menjadi penting, agar mahasiswa mampu menggesek biola dengan benar, meniup terompet dengan benar, memukul snare drum dengan benar, dan sejenisnya. Kehadiran dosen secara langsung tentu menjadi penting. Dosen dapat mengajarkan dan mencontohkan teknik yang benar, dan dapat mengoreksi anatomi mahasiswa dalam memainkan alat musik. Hal ini tidak dapat dilakukan jika proses pembelajaran dilakukan secara daring.

Contoh lain pada mata kuliah Teknik Tari misalnya, hal yang serupa juga terjadi. Jika perkuliahan dilakukan secara daring, dosen tidak dapat mengamati secara langsung bagaimana kebutuhan mahasiswa baik dari gerakan kaki, tangan, kepala, atau bahkan pola lantainya. Pembelajaran secara daring juga memiliki banyak kendala, salah satunya adalah kualitas sinyal internet. Bisa dibayangkan, jika mata kuliah praktek sedang berlangsung, dan kualitas sinyal internet buruk, maka aplikasi yang kita gunakan akan tersendat-sendat, dan tentu akan mempengaruhi keberlangsungan perkuliahan. Perlu digaris bawahi bahwa kualitas dan kecepatan sinyal internet di Indonesia belum merata. 

Perkuliahan merupakan proses yang harus dilalui oleh mahasiswa seni. Dalam perkuliahan, selain menyerap materi pembelajaran, juga merupakan ruang kreatif bagi mahasiswa. Kreativitas yang tinggi pada diri mahasiswa, akan berbanding lurus dengan kualitas performa, maupun kualitas karya seni yang diciptakannya. Perlu diketahui, di Prodi Sendratasik, selain tugas akhir berupa skripsi, mahasiswa juga dapat memilih tugas akhir dalam bentuk penciptaan seni. Oleh sebab itu, kreativitas yang tinggi dapat dicapai jika pembelajaran dilaksanakan secara luring. Karena kehadiran dosen dan mahasiswa secara nyata, dapat mengoptimalkan pembelajaran dan proses kreatif.

Memadukan Daring dan Luring dalam Mendukung Program MBKM

Program MBKM yang dirancang oleh kementerian, dalam pandangan saya sangat baik. Program ini memerdekakan mahasiswa untuk menimba banyak ilmu di luar minatnya, sebagai bekal untuk masuk dan bersaing dalam dunia kerja. Namun demikian, jika program ini dilakukan oleh prodi seni, khususnya pada mata kuliah praktik, maka dalam proses pembelajaran perlu dilakukan strategi

Proses pembelajaran pada prodi seni terutama dalam mata kuliah praktik, dalam pandangan saya lebih baik memadukan antara daring dan luring. Kombinasi keduanya akan saling melengkapi satu sama lain. Misalnya, dosen membuatkan bahan ajar dalam bentuk video. Selain itu, para mahasiswa juga perlu membuat rekaman video proses latihannya, baik ketika berlatih teknik tari, berlatih teknik memainkan alat musik, maupun berlatih drama. Kedua video tersebut lalu diposting pada learning management system, atau pada platform media sosial.

Tujuannya adalah, agar video materi yang dibuat oleh dosen dapat dipelajari oleh mahasiswa secara berulang-ulang. Sedangkan pada video yang dibuat mahasiswa, dosen juga dapat melihat ada atau tidaknya peningkatan kemampuan praktik. Namun, selain itu, pertemuan luring juga perlu dilaksanakan, agar dosen dan mahasiswa dapat berinteraksi secara langsung, dan dosen dapat memantau serta mengoreksi. 

Video pembelajaran yang dibuat oleh dosen, akan bermanfaat bagi para mahasiswa yang mengambil program pertukaran pelajar. Video ini juga dapat menjadi referensi setelah mereka kembali ke kampus asal. Selain video pembelajaran, pengalaman belajar secara langsung bersama dosen juga lebih berkesan, serta memperkuat materi perkuliahan yang dipelajari.

Epilog

Transformasi digital dalam pembelajaran di perguruan tinggi, perlu disesuaikan dengan karakteristik masing-masing program studi. Karena tidak semua program studi dapat melaksanakan perkuliahan daring dengan maksimal. Pada mata kuliah praktik di program studi seni pertunjukan, pembelajaran daring tidak begitu optimal, karena terkait dengan karakteristik seni pertunjukan, yang pada proses kreatifnya melibatkan kehadiran fisik pada ruang nyata. Oleh sebab itu, kebijakan untuk mulai bertransformasi dari yang fisik ke digital, sejalan dengan revolusi industri 4.0, perlu adanya strategi-strategi khusus. Strategi ini diperlukan agar proses pembelajaran dan output pada mata kuliah dapat tercapai dengan maksimal.

Tags:

-

Mengenal SEVIMA

SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami

×