Jangan Terlewat, Perguruan Tinggi Wajib Lapor Data UKT Tenggat 31 Oktober
22 Oct 2025
04 Sep 2025
SEVIMA.COM – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi resmi menetapkan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi pada 28 Agustus 2025. Kehadiran regulasi ini menandai babak baru dalam kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi di Indonesia, sekaligus menggantikan Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 yang sebelumnya menjadi landasan utama.
Perubahan ini bukan sekadar perombakan administratif, melainkan pergeseran filosofis yang fundamental, dari orientasi pemenuhan standar nasional menuju pencapaian mutu yang selaras dengan standar global.
Inti dari Permen 39/2025 terletak pada penekanan agar perguruan tinggi tidak hanya berpatokan pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti), tetapi juga melampauinya. Selain itu, regulasi ini mendorong fleksibilitas kurikulum, pemanfaatan teknologi secara lebih luas, serta pengakuan terhadap pengalaman belajar di luar ruang kelas sebagai bagian integral dari mutu pendidikan tinggi.
Perbedaan paling mencolok terletak pada orientasi penjaminan mutu. Permen 53/2023 berfokus pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) untuk memastikan capaian pembelajaran yang relevan secara nasional. Sebaliknya, Permen 39/2025 memperkenalkan sebuah orientasi yang lebih luas dengan menambahkan penyesuaian standar internasional dan dorongan untuk akreditasi global.
Perubahan ini mengindikasikan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia kini bertujuan untuk melampaui batas-batas domestik. Tujuannya adalah untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya kompeten di pasar kerja Indonesia, tetapi juga siap bersaing dan berkolaborasi di tingkat internasional. Ini adalah respons strategis terhadap globalisasi dan tuntutan akan talenta yang memiliki literasi digital dan kemampuan adaptif.
Baca juga: Transformasi Pendidikan Tinggi Menuju Akreditasi Unggul dengan Kurikulum OBE
Salah satu ketentuan yang penting untuk dicermati adalah status akreditasi perguruan tinggi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 73. Dalam regulasi ini, akreditasi perguruan tinggi dibagi menjadi tiga kategori:
Permen 39/2025 tetap mempertahankan struktur Sistem Penjaminan Mutu (SPM) yang terdiri dari SPMI (Sistem Penjaminan Mutu Internal) dan SPME (Sistem Penjaminan Mutu Eksternal/Akreditasi), namun penekanannya bergeser pada aspek akuntabilitas, transparansi, dan efektivitas yang berkelanjutan.
Perubahan ini menunjukkan bahwa pemerintah kini menuntut lebih dari sekadar laporan formal. Perguruan tinggi diharapkan dapat membuktikan pelaksanaan standar mutu dengan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan, terutama melalui integrasi dengan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti).
Aspek terpenting dari pengetatan ini tercantum dalam Pasal 77, di mana perguruan tinggi dan program studi dengan status terakreditasi pertama wajib mengajukan permohonan Akreditasi kepada BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya untuk memperoleh status terakreditasi atau terakreditasi unggul paling lambat 2 (dua) tahun setelah beroperasi.
Selain itu, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) tetap berperan penting, tetapi kampus juga dituntut menyiapkan instrumen akreditasi sesuai standar global.
Baca juga: Masalah dan Tantangan yang Dihadapi Perguruan Tinggi dalam Menghadapi SPMI
Permen 39/2025 hadir merespons kebutuhan akan pembelajaran sepanjang hayat dengan memberikan pengakuan resmi terhadap Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dan micro-credential. Kedua aspek ini kini diakomodasi secara jelas dalam regulasi, menandai era baru fleksibilitas pendidikan tinggi di Indonesia.
Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) kini diakui sebagai salah satu bentuk fleksibilitas dalam proses pendidikan dan dapat dilakukan dalam penerimaan mahasiswa baru. Hal ini membuka jalur pendidikan bagi profesional yang telah memiliki pengalaman kerja substansial.
Permen ini juga secara eksplisit mengatur micro-credential sebagai bentuk pembelajaran jangka pendek dengan kredensial mikro dan pembelajaran secara daring dari institusi lain yang bersifat terbuka (massive open online courses). Hal ini memberikan legalitas bagi perguruan tinggi untuk menerbitkan sertifikasi kompetensi spesifik yang sangat dibutuhkan oleh industri saat ini.
Pada Pasal 19, pendidikan pascasarjana diatur lebih rinci dan fleksibel. Untuk program magister atau magister terapan, beban belajar ditetapkan paling sedikit 36 SKS dengan masa tempuh kurikulum minimal 3 semester.
Mahasiswa juga diwajibkan menyelesaikan tugas akhir, namun bentuknya tidak lagi terbatas pada tesis. Regulasi baru ini memperluas pilihan menjadi tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lain yang sejenis, sehingga lebih adaptif terhadap kebutuhan riset terapan dan inovasi di berbagai bidang.
Sementara itu, untuk program doktor atau doktor terapan, masa tempuh kurikulum dirancang selama 6 semester. Sama halnya dengan magister, tugas akhir di jenjang doktor kini lebih bervariasi: tidak hanya berupa disertasi, tetapi juga bisa diwujudkan dalam bentuk prototipe, proyek, atau karya setara lainnya.
Ketentuan ini menandai pergeseran penting dari paradigma lama yang seragam, menuju pendekatan yang lebih fleksibel, aplikatif, dan relevan dengan kebutuhan industri serta pengembangan ilmu pengetahuan global.
Baca juga: Modul SPMI SEVIMA Platform Permudah Universitas Muhammadiyah Klaten Hadapi Tantangan Akreditasi
Berikut adalah ringkasan tabel perbandingan poin-poin kunci antara kedua peraturan:


Tabel Komparasi Permen No. 39/2025 vs. Permen No. 53/2023
Sejak 2 September 2025, Permen 53/2023 resmi dicabut dan digantikan dengan Permendiktisaintek No. 39/2025. Perguruan tinggi diberi masa transisi dua tahun untuk menyesuaikan regulasi internalnya. Setelah periode itu, seluruh kebijakan mutu kampus wajib mengacu pada aturan baru ini.
Waktu yang tampak panjang di kalender, tetapi sesungguhnya singkat bila melihat skala perubahan yang harus dilakukan: mulai dari kurikulum yang lebih fleksibel, sistem penjaminan mutu yang lebih ketat, hingga tata kelola akreditasi yang kini diarahkan ke standar internasional.
Perubahan regulasi ini bisa dibaca sebagai sebuah reorientasi besar dalam pendidikan tinggi Indonesia. Dari sebelumnya berfokus pada kepatuhan terhadap standar nasional, kini kampus dituntut melampauinya untuk mencapai daya saing global.
Regulasi baru ini bukan sekadar tantangan, melainkan juga peluang besar bagi perguruan tinggi untuk naik kelas. Dengan kewajiban menyesuaikan kurikulum, memperkuat sistem mutu, dan mempersiapkan akreditasi internasional, kampus membutuhkan dukungan teknologi yang andal agar proses penyesuaian dapat berjalan lebih cepat, tepat, dan berkelanjutan.
Sebagai perusahaan edutech terdepan, SEVIMA hadir untuk menjadi mitra transformasi digital perguruan tinggi. Melalui ekosistem platform terintegrasi, SEVIMA membantu kampus dalam mengelola data akademik, memperkuat tata kelola mutu. SEVIMA juga siap membersamai perguruan tinggi Anda dalam menjalankan aturan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025, sehingga mutu pendidikan dapat terus ditingkatkan dan kampus semakin siap bersaing di tingkat nasional maupun global.
Diposting Oleh:
Fadhol SEVIMA
Tags:
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami