Berita | Liputan Media • 18 Nov 2024
Berita • 11 Sep 2024
Wayang Kreasi STKIP PGRI Bandar Lampung Unjuk Gigi dalam Raker LLDIKTI II
Erna SEVIMA
SEVIMA.COM – STKIP PGRI Bandar Lampung menampilkan pertunjukan Wayang Kreasi Berorientasi Budaya Lampung dengan judul “Perlawanan Radin Intan II” dalam Kegiatan Rapat Kerja Pimpinan Perguruan Tinggi di LLDIKTI II dan rapat Koordinasi Kepala LLDIKTI Seluruh Indonesia. Dalam acara bertajuk “Kolaborasi dan Inovasi untuk Meningkatkan Mutu dan Daya Saing Global” yang digelar di Ballroom Novotel Hotel Lampung pada 5-8 September 2024, Wayang Kreasi Lampung diberi kesempatan untuk tampil menghibur para Ketua LLDIKTI dan Pimpinan Perguruan Tinggi beserta undangan yang hadir.
Ketua STKIP PGRI Bandar Lampung, Dr Wayan Satria Jaya MSi mengatakan pagelaran wayang kulit yang digelar merupakan hasil kreasi inovasi pertunjukan wayang berorientasi budaya Lampung sebagai sumber belajar apresiasi sastra dan penguatan karakter siswa. “Perlu diingat bahwa wayang sarat dengan nilai-nilai humaniora yang disampaikan melalui bentuk, watak, dan perilaku tokoh dalam lakon melalui narasi, tuturan (catur), dan gerak (sabet) yang filosofis, kesan, dan pesan bagi yang mengapresiasinya,” kata Wayan seperti dikutip dari rilis yang diterima SEVIMA, Rabu (11/9/2024).
Ia menambahkan dengan menginternalisasikan kesan dan pesan tersebut, nilai-nilai yang terkandung dalam wayang dapat dijadikan sebagai media pendidikan moral untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang multietnis. Oleh karena itu, wayang dinilai sangat berharga dalam pembentukan karakter dan jati diri bangsa serta peradaban Indonesia.
Dalam upaya memperluas penyebaran budaya, banyak cerita wayang yang dituturkan menggunakan bahasa Indonesia. Dari perspektif budaya populer global dan tuntutan pasar seni kontemporer internasional, tercipta karya baru yang memanfaatkan konvensi dan praksis wayang untuk berbicara kepada audiens tentang isu-isu yang relevan. Dengan begitu, cerita wayang lebih leluasa digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pelestarian budaya dan pengembangan karakter. Jadi, tidak salah jika wayang kreasi baru dengan menghadirkan ciri lokalitas Lampung turut diangkat untuk memperkaya khasanah budaya di Indonesia.
“Cerita yang diangkat adalah kisah perlawanan pahlawan nasional dari Lampung, yaitu Radin Intan II. Ia adalah putra mahkota Keratuan Darah Putih,” ucapnya.
Sang ayah, Radin Imba Kesuma, berjuang serta bertempur melawan Belanda di daerah Kalianda dan sekitar Gunung Rajabasa pada tahun 1828 – 1834. Ia bersama keluarganya ditangkap Belanda dan diasingkan ke Pulau Timur. Radin Imba Kusuma akhirnya meninggal di Pulau Timor. Sedangkan istrinya, Ratu Mas, pada masa itu sedang hamil tua dipulangkan ke Lampung. Jadi, Radin Intan II yang lahir pada tahun 1834 tidak pernah mengenal ayahnya, tetapi ibunya selalu menceritakan perjuangan ayahnya sehingga pada saat dinobatkan sebagai Negara Ratu, Radin Intan II melanjutkan berjuang memimpin rakyat di daerah Lampung Selatan untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayahnya.
Perjuangannya didukung secara luas oleh rakyat daerah Lampung Selatan dan mendapatkan bantuan dari daerah lain, seperti Banten. Salah satunya adalah H. Wakhia, tokoh Banten yang pernah melakukan perlawanan terhadap Belanda dan kemudian menyingkir ke Lampung lalu iankat sebagai penasihatnya. Salah satunya dengan H. Wakhia, tokoh Banten yang pernah melakukan perlawanan terhadap Belanda dan kemudian menyingkir ke Lampung lalu iankat sebagai penasihatnya.
Perlawanan terjadi di berbagai wilayah di Lampung Selatan lalu pada tahun 1851 Belanda mengirim pasukan dari Batavia, akan tetapi dapat dipukul mundur oleh pasukan Radin Intan II. Kemudian Belanda mengubah taktik dengan mengadakan perundingan dengan Radin Intan II. Kapten Kohler, Asisten Residen Belanda di Teluk Betung diberi tugas untuk berunding untuk tidak saling menyerang.
Selama Radin Intan II masih berkuasa, kedudukan Belanda di Lampung Selatan akan terancam, lalu berusaha memecah belah masyarakat Lampung Selatan. Hasilnya, tokoh masyarakat Kalianda termakan hasutan untuk memusuhi Radin Intan II sehingga mereka tidak menghalangi pasukan Belanda berpatroli di sekitar Gunung Rajabasa. Pada tanggal 10 Agustus 1856 pasukan Belanda diberangkatkan dari Batavia dengan beberapa kapal perang. Pasukan ini dipimpin oleh Kolonel Welson dan terdiri atas pasukan infanteri, artileri dan zeni disertai sejumlah besar kuli pengangkut barang. Tetapi, perlawanan rakyat Lampung tidak dapat diatasi.
Akhirnya, Waleson menemukan cara lain. Ia berhasil memperalat Radin Ngerapat. Maka pengkhianatan pun terjadi. Radin Ngerapat mengundang Radin Intan II untuk mengadakan pertemuan. Dikatakannya bahwa ia ingin membicarakan bantuan yang diberikannya kepada Radin Intan II. Tanpa curiga, Radin Inten II memenuhi undangan itu. Radin Ngerapat mempersilahkan Radin Intan II dan pengiringnya memakan makanan yang sengaja dibawanya terlebih dahulu.
Pada saat Radin Intan menyantap makanan tersebut, secara tiba-tiba ia diserang oleh Radin Ngerapat dan anak buahnya. Perkelahian yang tidak seimbang pun terjadi. Serdadu Belanda keluar dari tempat persembunyiannya dan ikut mengeroyok Radin Intan II. Radin Intan II wafat dalam perkelahian itu karena pengkhianatan yang dilakukan oleh orang sebangsanya dalam usia sangat muda, 22 tahun. Malam itu juga mayatnya yang masih berlumuran darah diperlihatkan kepada Kolonel Welson. Pada tahun 1986 Pemerintah Republik Indonesia menganugerahinya gelar pahlawan nasional (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 082 Tahun 1986 tanggal 23 Oktober 1986).
Nilai-nilai kepahlawanan Radin Intan II melalui pertunjukan Wayang Kreasi inilah yang coba diimplementasikan sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat kebangsaan dan bela negara serta untuk memahami perjuangan rakyat Lampung dalam berjuang dari penjajahan.
Pertunjukan wayang kulit yang semuanya dilakukan oleh mahasiswa ini melibatkan 67 pemain, meliputi dalang (narator), pelaku (dialog), iringan, penyanyi, dan penari. Kolaborasi seni yang mempertunjukkan wayang kulit sebagai media utama dengan mozaik, dibumbui dengan Tari Sigeh Penguten dari Tari Melinting. Sebagai pengisi adegan, iringan wayang yang biasanya menggunakan gamelan Jawa, dalam pertunjukan ini menggunakan alat musik tradisional Lampung, yaitu Gamelan Talo Balak dan Gamolan Pekhing (cetik).
Seluruh tim produksi dan tim artistik mengucapkan terimakasih kepada LLDIKTI Wilayah II yang telah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk turut mempertontonkan kreativitasnya. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ketua STKIP PGRI Bandar Lampung, Dr. Wayan Satria Jaya, M.Si. yang telah memfasilitasi dari awal berproses hingga pementasan.
Sumber: STKIP PGRI
Mengenal SEVIMA
SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami