3 Hari Lagi - Sebelum Event Webinar Executive Forum: Strategi Sukses Memimpin Kampus dan Meningkatkan Kualitas Pendidikan Tinggi di Jawa Dimulai.

Selengkapnya
Kontak Kami

Dunia Kampus • 04 Nov 2020

Perguruan Tinggi dengan Revolutionize Education di Era New Normal

Seprila Mayang SEVIMA

Penulis: Widodo
STIKES Notokusumo Yogyakarta

Artikel ini Masuk dalam 15 Besar “Kompetisi Menulis SEVIMA #revolutionizeEducation” 

Revolutionize Education atau Revolusi Pendidikan di Perguruan Tinggi adalah revolusi gaya belajar para mahasiswa dan revolusi gaya mengajar oleh para dosen. Semenjak masa pandemi yang dimulai pada bulan Februari 2020 berdampak banyak perubahan di tatanan perguruan tinggi terutama dalam menerapkan pembelajaran yang kondusif dan dapat mencapai target pembelajaran yang akan dicapai. Sistem pendidikan yang dulunya dilakukan secara luring harus beralih ke sistem daring. Seorang professor pendidikan dari Harvard University, Howard Gardner, mengenalkan delapan jenis kecerdasan; kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan jasmani-kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.

Delapan jenis kecerdasan tersebut menghasilkan jawara-jawara di bidangnya masing-masing, sebut saja Goenawan Muhammad ataupun K.H. Abdullah Gymnastiar dengan kecerdasan linguistiknya, Albert Einstein ataupun pakar telematika Roy Suryo dengan kecerdasan logika-matematikanya, Affandi ataupun Basuki Abdullah dengan kecerdasan visual-spasialnya, Melly Goeslow ataupun Dhani Ahmad dengan kecerdasan musikalnya, Susi Susanti ataupun Dedy Mizwar dengan kecerdasan jasmani-kinestetiknya, Purdhi E. Chandra ataupun Andy F. Noya dengan kecerdasan interpersonalnya, Eleanor Rosevelt dengan kecerdasan intrapersonalnya, dan sebut juga Prof. Hembing dengan kecerdasan naturalisnya.

Tetapi ironisnya, segala perbedaan latar belakang dari jenis kecerdasan-kecerdasan yang cemerlang tersebut harus diukur dengan sebuah alat yang sama di bangku pendidikan kita, nilai matematis dan linguistis. Seakan-akan para olahragawan, musisi, pelukis, ahli matematika, pemasar, orator, arsitek, penulis, akuntan, ahli hukum, politisi, ahli permata, juru masak, dokter dan programmer komputer yang berprestasi cemerlang semuanya punya bakat yang sama. Maka perlu adanya penilaian yang objektif dalam mendukung terciptanya revolusi pendidikan di era pandemi dengan keterlibatan aktif mahasiswa di dalam perkuliahan.

Masing-masing manusia memiliki rangkaian otak dan kemampuan yang berbeda-beda, preferensi yang tidak sama satu dengan lainnya, sehingga manusia juga akan menerima informasi, menyimpan pengetahuan, dan mengambilnya kembali dengan cara yang berbeda-beda, ringkasnya setiap manusia masing-masing memiliki gaya belajar dan memahami sesuatu secara berbeda. Ketika preferensi gaya belajar yang berbeda-beda tersebut difasilitasi hanya dengan satu model kelas tradisional – mahasiswa harus duduk tegak dan diam, belajar hanya dengan mendengar dan membaca, dan dituntut memahami permasalahan dengan satu cara yang dosen ajarkan sehingga tentu saja menyebabkan beberapa hal yaitu membatasi kreatifitas mahasiswa untuk mencari ilmu pengetahuan secara mandiri.

Oleh karenanya di masa pandemi ini dengan menggunakan SEVIMA, mahasiswa tetap terfasilitasi dalam belajar dan dapat eksplore lebih jauh mengenai kebebasan dalam belajar sehingga bisa dipastikan tidak terjadi akibat yang fatal pada pribadi anak apabila dapat memanage waktu belajar dengan baik selama daring, terutama yang memiliki preferensi gaya belajar berbeda seperti saat ini, timbulah kecemasan, frustasi, kebosanan, ketegangan, dan penurunan motivasi mahasiswa. Oleh karena itu perlu dukungan penuh dosen dalam menciptakan kelas yang kreatif (umpan balik) antara mahasiswa-dosen dan sebaliknya.

Maka mutlak revolusi pendidikan dalam hal gaya belajar diperlukan. Untuk mendukung atmosfer ketertarikan mahasiswa dalam perkuliahan  “tidak mungkin akan ada inovasi penting dalam pendidikan apabila tidak berpusat pada sikap dosen, keyakinan, asumsi, perasaan, yang membentuk atmosfer dalam lingkungan belajar; yang menentukan kualitas pendidikan. “Bukan mahasiswa yang harus memikul tanggung jawab sepenuhnya dalam belajar, melainkan dosen dan keterlibatan IT  yang mempunyai tanggung jawab dalam mengidentifikasi kekuatan gaya belajar setiap mahasiswa, sehingga menuangkan semua itu dengan lingkungan dan pendekatan yang responsive di ruang sevima. Oleh karena itu  melalui Revolutionize Education pengajar (dosen) ditantang untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menggunakan ilmu pengetahuan dengan metode daring sehingga dapat berdampak positif terhadap capaian target pembelajaran di era new normal.

Tags:

-

Mengenal SEVIMA

SEVIMA merupakan perusahaan Edutech (education technology) yang telah berkomitmen sejak tahun 2004 dalam menyelesaikan kendala kerumitan administrasi akademik di pendidikan tinggi (Universitas, Sekolah Tinggi, Institut, Politeknik, Akademi, dll.) dengan 99% keberhasilan implementasi melalui SEVIMA Platform, segera jadwalkan konsultasi di: Kontak Kami

×